OLEH ALFANI RISMAENITA
Di suatu malam, langit menangis,
seakan menemani sekeping hati yang sunyi. Aku menghadap ke jendela kamarku.
Angin malam terasa menusuk hingga ke tulang. Malam masih sama, tetap sepi tanpa
sapamu. Tetap sendu tanpa senyummu. Tetap dingin tanpa hangat tawamu. Malam
tetap saja sunyi tanpamu,kesunyian yang membawaku kedalam cerita masalaluku.
Ini bukan tentang cinta, ini tentang persahabatan. Bukan apa, aku hanya rindu
padamu, rindu pada kisah kita dimasa itu. Akan kuceritakan kembali, siapa yang
tahu disana kau akan melupakan aku. Kala itu diusiaku yang menginjak tiga
tahun, kau datang tiba-tiba menghuni rumah kosong yang ada disamping tempat
tinggalku, dan hal itu menjadikan kita tetangga. Aku yang pemalu bersembunyi
dibalik daster ibuku yang sedang membantu keluargamu beradaptasi di lingkungan
yang mungkin saja masih asing bagimu. Aku melihatmu tersenyum padaku, ingin
kubalas namun rasanya aku dikalahkan oleh rasa malu. Esok berikutnya, masih
sangat pagi kulihat kau sedang membantu ibumu menyiram bunga yang ada dihalaman
rumahmu. Kau melihatku dibalik jendela ini, kembali lagi kau tersenyum serta
melambaikan tangan padaku. Kau selalu saja seperti itu hingga aku bosan, dan
berusaha mengalahkan rasa malu. Hingga pada akhirnya kita berkenalan lalu
bermain bersama setiap hari, tanpa terkecuali.
Waktu
itu jaman belum canggih, kita hanya bermain permainan tradisional. Bermain
petak umpet, bola bekel, kejar-kejaran, lompat tali karet, dan juga bermain
masak-masakan. Kau ingat masa itu?? Kalau kau bertanya kembali dengan
pertanyaan yang sama, maka tentu akan kujawab bahwa aku tidak akan pernah
melupakannya. Waktu itu, setiap hari rasanya menyenangkan saat bersamamu. Kita
berteman bertahun-tahun. Naik SMP kita sudah tidak bermain anak-anak lagi. Tapi
kita tetap bersahabat. Namun entah kenapa, tiba-tiba kau mengajakku bermain
petak umpet kembali seperti dulu. 3 hari berturut kita selalu bermain petak
umpet. Sampai dihari berikutnya, kau mengatakan padaku bahwa kau akan pindah ke
luar kota, mengikut ayahmu yang akan dipindah kerjakan. Kita menangis bersama
saat itu, sampai kau menguatkan hati dan berkata "Last Game!!" Dengan mata yang masih
berkaca-kaca. Yah!! Last game,, kita kembali bermain layaknya anak-anak. Sampai
maghrib tiba, kau mengatakan kalau esok subuh kau sudah harus berangkat ke
bandara. Kau memberikan topi yang selalu kau kenakan dan sampai sekarang aku
masih menyimpannya rapih. Sekali lagi maaf, waktu itu aku tidak bisa
mengantarmu ke bandara, karena akupun harus bersiap ke sekolah.
Sepulang
sekolah aku merasa ada yang kurang dari diriku. Kucoba melepas kebosanan dengan
menonton televisi. Namun apa yang kukihat bukanlah berita yang baik. Pesawat
yang kau tumpangi mengalami kecelakaan. Hatiku hancur sehancur hancurnya. Tak
tahu lagi apa yang harus aku lakukan. Sahabat terbaikku harus kehilangan nyawa
karena kecelakaan itu. Sampai sekarang aku pun belum bisa mendapatkan sahabat
sebaik kamu. Hal yang tersakit saat aku melihat foto kita bersama. Kita bersama
tumbuh dan dewasa. Yang bisa kulakukan hanyalah mendoakanmu selalu, sahabatku. Usai sudah aku mengingat sedikit kisah tentang kita malam ini. yang kutahu, hidup selalu memberikan kesempatan kedua bukan? itu yang disebut hari esok. serumit apapun keadaan, berapapun tetesan airmata yang jatuh, aku hanya ingin menjadi dewasa menyikapi ini semua.Tak semua hal harus ada jawabannya sekarang, aku yakin tuhan punya rencananya sendiri dengan memisahkan kita. Dan aku harus bergegas tidur agar ketenangan dapat menyelimuti kegundahanku malam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar