ALFANI RISMAENITA
Bagaimana rasanya bersusah payah untuk
move on, tapi ternyata jodohmu adalah mantanmu sendiri. Namaku Riska, dan ini
cerita tentangku. Waktu aku masih duduk di bangku SMA aku memiliki seorang
kekasih. Kita sudah lama menjalin hubungan, mungkin sekitar dua setengah tahun.
Namanya Damar, laki-laki berbadan tinggi, hitam manis, anak tongkrongan, perokok, tukang bolos kelas,
memang sepengetahuan guru-guru, Damar adalah anak nakal yang tidak tahu aturan.
Meski begitu, bagiku Damar adalah laki-laki yang manis serta penuh perhatian.
Kadangkala pula sifat manjanya keluar. Tentu saja sikap manja itu hanya
diperlihatkan padaku, kekasihnya kala itu. Saat lulus SMA, seperti bisanya angkatan kita
merayakan dengan cara yang sedikit nakal, kita semua saling corat-coret pakaian
seragam. Setelah itu kita keliling-keliling berkendara motor yang entah apa
tujuan sebenarnya. Sorenya, aku diajak Damar ke tongkrongannya, berkenalan
dengan temannya tidak buruk juga ternyata, walaupun hidungku pengap karena asap
rokok teman-teman Damar.
Setelah pulang tongkrongan, Damar
berencana ingin membawaku kerumahnya seperti biasa membantu ibunya menyiapkan
makan malam. Namun setelah sampai tidak ada siapa-siapa dirumahnya. Kami hanya
menemukan secari kertas bertuliskan “Hari ini ibu dan ayah pergi menjemput
adikmu di bandara, ibu sudah menyiapkan makan malammu diatas meja, Love.”
Karena hal ini tidak sesuai rencana awal kami makanya kami hanya memakan
makanan diatas meja itu berdua. Benar-benar berdua. Setelah makan kami menonton
tv. Saat menonton seperti biasa, Damar bersikap manja kepadaku. Minta tangannya
digenggam, minta kepalanya dielus. Posisi kita terlalu dekat , lagipula dirumah
ini hanya ada kita berdua. Damar memelukku erat sekali, mencoba melakukan
aksinya. Hampir saja ia berhasil menciumku, namun aku menolak. Menangkisnya dan
berkata bahwa tak sepantasnya kita melakukan itu. Menceramahinya beberapa menit
lalu memintanya untuk segera mengantarku pulang. Sampai dirumahku dia hanya
member salam kepada ibuku lalu kembali pulang. Mood ku benar-benar hancur kala
itu, aku tak menyangka Damar hampir saja melakukan itu padaku, aku langsung
mengambil handphoneku dan mengirim pesan pada Damar bahwa aku sudah tidak mau
melanjutkan ini semua. Aku akan fokus kuliah, dan aku sadar akan dosa yang
pernah kulakukan. Aku sadar pacaran itu dosa,atas dasar itu aku mencoba
mengikhlaskan Damar. Mencoba belajar agama, dan Damar juga tahu itu.
Setelah itu kami benar-benar lost
contac, dia kuliah di luar kota dan aku kuliah dekat tempat tinggalku saja. Aku
benar-benar belajar agama selama beberapa tahun terakhir ini dibarengi dengan
mata kuliahku. Tiba akhirnya aku diwisuda, dan diterima bekerja di salah satu
perusahaan. Dan aku sudah siap juga untuk menikah. Aku menscrool facebook ku
lalu mendapati situs tempat orang-orang bertaaruf yang sudah siap untuk
menikah. Tentu saja ini sesuai dengan syariat yang sudah kupelajari. Setelah
masuk ke situs tersebut beberapa minggu aku diminta oleh seorang udstaz bertemu
di salah satu cafe dalam rangka mempertemukan aku dengan calon yang dimaksud.
Kita sudah menentukan tanggal. Dan pada saat aku ke cafe itu, aku melihat
seorang udstaz dan seorang pria berbicara dengannya membelakangiku. Lelaki itu
berbalik, percaya atau tidak aku mengenalinya. Damar, mantan kekasihku beberapa
tahun yang lalu. Mataku berkaca-kaca, rasanya tak dapat kuceritakan, aku
berlari kearah motorku dan segera menuju rumah. Aku menangis sejadinya, aku
mengingat kembali masalalu saat aku masih bersamanya. Esoknya dia datang
kerumah, tiba-tiba bersama keluarganya datang berniat untuk melamarku. Dia juga
menceritakan bagaimana ia juga berusaha melupakan masalalu yang buruk dan dia
juga belajar agama dengan sungguh hingga kembali bertemu denganku. Singkat cerita
kami melangsungkan pernikahan dan bahagia. Aku percaya, jodoh adalah cerminan
diri. Aku dan Damar yang pernah melakukan dosa besar yang disebut pacaran, lalu
belajar agama, dan kembali dipersatukan dengan keadaan yang lebih baik dan
jalan yang diridhoi-Nya. Cinta benar-benar rahasia Allah, yang tidak kita tahu
kapan waktu yang tepat untuk merasakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar