Oleh: Maydivani Pratiwi
Ini cerita tentang dia yang belum pernah aku temui, seorang pria yang menjebakku dalam sebuah kenyamanan yang tak berujung. Dia pria yang biasa saja, sangat biasa saja tapi dia bisa membuatku merasakan yang namanya "nyaman", aneh bukan?. Dia datang bak seorang pangeran berkuda putih yang ingin menyelamatkan seorang wanita desa yang kesepian, tetapi pada saat aku berpikir dialah orang yang aku cari,dia pergi karena seorang tuan putri yang elegan dan cantik dimatanya. Aku tak habis pikir kenapa dia datang hanya untuk pergi, membuatku bingung harus menyuguhkan kopi atau hati. Nama yang awalnya terdengar biasa saja bagiku, menjelma menjadi nama yang terdengar spesial. Aku bahkan sudah tak bisa berharap lebih padanya, karena sebuah perbedaan antara aku dan dia yang sangat jauh.
Dia bagaikan sebuah daging didalam sup dan akulah kentangnya. Aku tidak ada apa-apanya dibandingkan semua orang yang mendekatinya. Saat kuungkapkan perasaanku dia berkata "Aku juga" tapi itu hanyalah sebuah tulisan abjad, tidak lain dan tidak bukan. Dia berkata itu tanpa bertanya dulu pada isi hatinya, apakah kata "Aku juga" itu berasal dari hatinya atau hanya jarinya sahaja yang bergerak diatas layar tanpa adanya campur tangan perasaan?. Aku bingung harus seperti apa lagi, semua sudah kulakukan. Dia bagaikan capung yang gemar terbang kesana kemari jika ingin kutangkap, terkejar tapi tak tergapai olehku. Dia mengatakan hal manis bak seorang yang memiliki hati, dia berkata "Sayang" bak seorang yang menyimpan perasaan. Hadirnya adalah suatu kebetulan, dan aku menyukainya adalah suatu kesalahan. Aku menaruh harapan pada sesuatu yang tidak mungkin kumiliki,bodoh bukan? .
Memilikinya adalah halusinasi, dia objek yang nyata, namun terasa fatamorgana. Lucu, ketika hanya dengan mengobrol lewat chat tanpa pernah ada tatap muka, dua insan bisa saling jatuh cinta, dan tau apa yang lebih lucunya lagi?, apabila yang satunya merasa jatuh cinta dan yang satunya lagi merasa "Biasa saja". Ingin rasanya mengulang dari awal untuk mengingatkan diriku sendiri untuk tidak terlalu cepat menaruh harapan,tapi itu bukan salahku,kenapa? karena "bukan aku yang memulai". Sampai pada akhirnya dia meminta maaf karena telah membuatku tertarik tanpa adanya pertanggung jawaban, dia mengaku salah. Awalnya kukira setelah dia meminta maaf dia akan menjauhi ku, nyatanya dia yang tidak ingin mengakhiri semua ini. Tapi pada akhirnya semuanya sama saja,dia tetap menghilang lagi dan lagi seperti tertelan bumi. Sekarang kita hanya sebatas "teman" tidak lebih dan tidak kurang, cukup baik daripada harus selalu terpikir dengan sesuatu yang tidak penting. Dia baik sudah menemaniku sampai saat ini,dan aku sudah menyampaikan rasa terima kasihku padanya. Tuhan juga baik telah "Mempertemukan" kita berdua walau tidak "Mempersatukan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar