Membangun literasi sekolah di era pandemik ini merupakan tantangan tersendiri bagi guru dan siswa. Pembelajaran di sekolah dengan kebiasaan tatap muka kini harus dilakukan secara daring dengan sistem BDR (Belajar Dari Rumah). Pertanyaannya adalah bagaimana mengontrol literasi siswa di rumah. Memang keluarga menjadi pondasi kuat dalam literasi apabila literasi itu dibangun sejak awal. Akan tetapi, literasi keluarga rasanya tidak cukup untuk menguatkan literasi siwa tanpa campur tangan guru atau sekolah. Oleh karena itu, seharusnya guru tidak menyerah untuk membantu siswa agar terjadi penguatan literasi dasar seperti membaca dan menulis, meskipun siswa belajar dari rumah.
Sebelum pandemik di SMAN 6 Barru, terdapat satu proyek literasi baik yang diberi nama "Presensi Literasi" atau disingkat PRESI. Model presi ini sederhana yaitu mengajak siswa menulis "apa saja" saat akan mengikuti pelajaran bahasa Indonesia saat itu mereka memiliki buku presensi yang akan penuh dengan quote, emoji, warna-warni, pameo, puisi, cerpen, atau coretan pribadi. Hal ini nsudah mejadi kebiasaan siswa sebelum pandemik sehingga proyek literasi baik ini berjalan dengan baik dan sudah terlihat hasilnya berupa kebiasaan menulis siswa mulai meningkat.
Tentu saja kegiatan Presi berhenti seiring dimulainya BDR pada semeter genap 2020. Oleh karena itu, untuk menjaga kegiatan literasi siswa ini tetap berjalan maka diperlukan satu trobosan baru agar aktivitas literasi siswa tetap eksis. Salah satu yang dikembangkan adalah membuat blog khusus pengumpulan tulisan siswa. Pengumpulan tulisan siswa dilakukan per akhir pekan, tidak membebani siswa karena wajibnya mereka hanya mengumpulkan satu tulisan setiap minggu, selebihnya bila ada siswa yang ingin berkreasi lebih maka dapat mengumpulkan tulisan lebih dari satu dalam setiap minggu.
Mereka tidak perlu memiliki blog pribadi, tetapi guru sendiri yang membuat blog kelas sehingga semua tulisa akan terkumpul sesuai label masing-masing.
Untuk tulisan siswa guru memperkenalkan PENTIGRAF. Pentigraf ini pada dasarnya adalah kisahan atau narasi yang diikat oleh ketentuan TIGA PARAFRAF. Ketentuan tiga paragraf inilah yang menjadi ciri khas cerpen-cerpen Pentigarf. Namun, seperti cerpen pada umumnya di dalam Pentigraf ada tokoh utama dengan konfliknya, ada setting, ada point of view sesuai pilihan si penulis, dan ada solusi di ujung cerita. Perbedaannya ada pada panjang tulisan yang dibatasi tiga paragraf.
Terlepas dari kontroversi Pentigraf, karena sebagian penulis merasa bahwa Pentigraf tidak akan mampu menyaring keseluruhan ide dalam satu kisah, atau karena terlalu pendek maka rasanya tidak layak untuk menjadi suatu pengisahan utuh. Sementara yang mendukung lebih pada kreativitas, dan sikap para milenial yang cepat kehilangan kesabaran bila membaca teks-teks pajang dan melelahkan pun pada cerpen biasa.
Penggunaan Pentigraf sebagai salah satu solusi penguatan literasi siswa, karena Pentigraf dianggap tidak akan membebani siswa untuk berpikir yang ruet membuat satu cerpen biasa yang dalam beberapa pengalaman, ada saja siswa yang tidak dapat mengembangkan paragraf sebagai mana mestinya.
Contoh Pentigraf
BARISTA
Jamal Passalowongi
Seiring berjalannya waktu aku sepertinya sudah mulai maklum akan kelakuan Barista. Kelihatan kelakuannya itu-itu saja. Bila pulang dari kampus maka kami se asrama tidak akan melihatnya lagi sampai pagi berikutnya. Semua kawan seasrama bila sore menjelang akan keluar ke teras asrama dengan berbagai gaya, di sanalah sosialiasi akan berlangsung, di sana pulalah keakraban akan terjalin. tapi selalu saja ada satu orang yang absen, siapa lagi kalau bukan si Barista. Barista menjadi pembicaraan rutin di asrama kami, kelakuannya memang gampang sekali menjadi sumber gossip murahan. Pertanyaan apa yang dilakukanya di kamar seharian, atau siapa sebenarnya dia, kami tidak pernah menemukan orang lain yang mengaku kawan atau kerabat yang datang menjenguknya.
Mungkin Barista mati, desas-desus itu merambah dengan cepat ke seluruh asrama. Aku pelakunya, aku berani bertaruh sejak dua hari ini sejak Barista pulang dan masuk kamar, aku tidak pernah melihatnya keluar bahkan untuk ke warung membeli makanan seperti biasanya. Maka berkumpullah kami di depan kamarnya. Aku mulai mengetuk pelan, memanggil namanya. Semua wajanh tegang, tidak ada suara. Semua kepala kini menempelkan telinganya di pintu, bahkan ada sebagian yang menempelkan telinganya di dinding kamar batu itu. Tidak ada suara..ayo dobrak!!! provokasi terjadi wajah tegang semakin tegang, kini semua mundur dan Prakkk!! pintu kayu hancur karena tendangan.
Malam itu aku tidak bisa tidur, rasa maluku pada Barista dan teman-teman se-asrama rasanya masih terang terpampang di atas langit-langit kamarku. Sejak peristiwa itu barulah aku sadar bahwa semua ini adalah salahku. Akulah penyebab semua desas-desus tentang Barista, gossip murahannya pun aku yang memulainya. Ternyata selama ini Barista menjadi obsesiku. Semua itu aku lakukan karena rasa ingin tahu saja. Sial...malu betul rasanya, saat pintu di hancurkan tidak ada siapa-siapa di sana. Barista tidak mati, ia datang dengan wajah kusam seperti biasanya dengan pandangan heran karena pintu kamarnya hancur. Kini akulah yang mengunci pintuku rapat-rapat karena rasa malu itu.
Barru,22 Juli 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar