Oleh : Maydivani Pratiwi
Rasanya sudah mati rasa, saya mengungkap semuanya. Hal yang ingin kututup rapat sehingga tak ada seorangpun yang tau berakhir terungkap oleh diriku sendiri. Seperti diujung tanduk, putus asa, bingung, dan merasa sudah tak pantas. Lagi-lagi saya tetap membenci situasi ini, situasi dimana saya merasa serba salah. Mau mundur rasanya sedikit berat, seperti ada beban yang saya pikul di pundak saya, tetapi jika mau maju saya takut akan lebih banyak beban yang saya pikul, tapi saya belum tau itu apa dan saya belum dan tidak tau apa yang akan terjadi jika saya maju.
Tanpa saya sadari hari itu menjadi titik terendah saya, menangis dalam sholat. Yaa, saya memohon doa pada yang diatas berharap Allah mendengar doa dan langsung mewujudkannya saat itu juga. Rasanya beban yang saya pikul mulai mereda setelah melampiaskan semuanya dengan menceritakan segalanya pada Yang Kuasa. Hari itu entah berapa kali air mata saya menetes dengan deras tanpa henti karena alasan yang berbeda-beda. Saya sangat bingung harus apa, semuanya terasa buram,blur,lalu gelap. Tak ada pencahayaan, tak ada kepastian, bahkan pijakan pun tak ada, semuanya terasa fatamorgana. Seperti berjalan diatas air lalu tenggelam kedalam lautan yang sangat dalam.
Tapi saya sadari saya tak boleh begitu terus, itu hanya akan menjadi luka untuk saya, seperti menggenggam sebuah durian yang penuh dengan duri. Cukup biarkan dan diamkan,biarkan semesta yang mengatur semuanya, walau mungkin kenyataan yang diberi semesta sangat pahit tapi kita tetap harus menelannya, seperti meminum obat yang sangat pahit tetapi obat itu bisa menyembuhkanmu dengan total. Semesta mungkin jahat sangat jahat, sampai kita lupa bahwa semesta akan tetap memberi kita kebahagiaan setelah memberi kita luka, cukup percayai itu. Tetap positif dan nikmati hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar