Rabu, 25 November 2020

Hancur

 Oleh: Maydivani Pratiwi

             Orang yang awalnya membuat aku berpikir bahwa dia yang saya cari, dia berbeda dengan orang sebelumnya, harus dia, hari ini telah meruntuhkan semua harapan itu dalam sekejap. Semua harapan yang kubangun dengan sedemikian rupa maupun bentuk, hancur oleh orang yang memberiku harapan itu. Semua yang kubayangkan akan terjadi di masa depan nanti bahkan sudah tak sudi lagi untuk singgah bahkan lewat di pikiranku, semuanya hancur lebur tak bersisa. Tak ada lagi harapan yang tersisa diotakku, semuanya tercerai berai seperti air yang ditumpahkan minyak. Dan kurasa memang dari dulu aku sudah tak pantas untuk membangun harapan, bahkan untuk mencobanya saja pun tak boleh, tapi aku tetap melakukannya.

            Semua yang kulakukan selama ini memang tak ada artinya dari awal, tak ada celah bagiku. Sebenarnya aku sudah mengetahuinya dari awal tapi aku menghiraukannya, kurasa memang takdirnya sudah seperti ini. Dia memang belum menjadi apa-apa, tapi bagiku itu sangaaaaatttt berarti, sudah seminggu, tidak terasa. Hari pertama kenal ia begitu manis, aku sampai tak bisa mengalihkan perhatianku padanya. Dia selalu manis tiap harinya, dan aku tak pernah melewatkan itu, semua kuabadikan dan kusimpan permanen dalam otakku lalu kuberi peringatan agar tidak ada orang yang boleh mengganggu gugatnya. Sampai pada akhirnya sebuah kenyataan yang bernama pahit itu berhasil masuk dan merusuh dalam memori itu, memorinya sudah rusak semua isinya masih ada namun tak berbentuk utuh. Kucoba merangkai lagi namun satu bulir air mata berhasil lolos, dasar payah, lemah.

             Hanya karena semuanya tak sesuai ekspektasi aku sampai seperti orang paling tersakiti (hari itu), sampai sekarang aku tak bisa berenti menyebut diriku lemah. Aku sudah berjanji tak ingin seperti ini lagi, tapi aku tak bisa mengelak dan aku tidak bisa munafik akan hal ini. Hari ini dia berhasil membuatku bagai orang paling bahagia saking bahagianya membuatku seperti orang gila, dan berakhir menjadi orang lemah (lagi). Saat ini aku hanya butuh istirahat, biarkan seperti ini dulu aku hanya lelah, bukan menyerah. Tapi dia hebat bisa meruntuhkan sesuatu dalam sekejap bahkan hanya dalam beberapa kalimat, apakah perlu kukasih penghargaan? kurasa tidak usah, nanti jadi besar kepala, huftt. Saat ini aku hanya bisa memandang jam yang terus berputar berharap dia berputar dengan cepat agar hari esok cepat tiba. Aku selalu berharap jika aku lemah hari ini, kumohon untuk hari esok aku langsung bisa melupakannya dan bisa menjalani hari dengan sangat baik. Ini sudah tengah malam cerita ini mungkin kupost besok saja, ditemani alunan lagu melow yang sebenarnya membuatku ingin menangis lagi tapi tetap kudengarkan, dan dengan charger yang tetap tercolok. Tanpa terasa sudah pergantian hari dan mata ini masih enggan untuk tertutup, mmm kurasa sebentar lagi aku masih ingin memikirkan sesuatu, jam 12:47, aku pamit.

Senin, 23 November 2020

GOODBYE

 Oleh: Nur Suci Qalbi. M

Kau datang bagai harapan, Membuatku menggapai dirimu, Membuat semuanya indah, Hingga aku lupa akan segalanya, dan Hari berlalu dengan begitu saja, Dihiasi canda tawa dan kebahagiaan, Membuatku lupa dengan semua masalah, Hingga aku mengabaikan mereka semua, Cara penyampaianmu membuatku terpukau, Perhatianmu itu mengalihkan duniaku, Sikapmu membuatku merasakan euforia, Kata kata manismu membuatku lupa sejenak, Semakin lama kelamaan kau berubah, jauh berbeda dari yang kukenal di awal, Entah perasaanku saja atau tidak, Aku bingung dibuatnya, Hingga aku selalu memikirkannya, Naifnya diri ini ketika berhadapan cinta, Bodohnya hati ini memilihmu, Kecewanya sikapku dengan diriku, Hingga tersadar itu hanyalah kebohongan belaka, Perasaan ini sudah mati sejak dulu, Bodohnya kau datang membawa harapan, Membawa segenggam mimpi indah, Lalu kau meraihku tuk menggapainya 

Tapi itu semua anganku saja, Diluar itu perasaan ini kembali sakit, Aku hanya gadis naif dan bodoh, Percaya kepada pangeran ilusi sepertimu, Perasaan ku kembali mati dan beku, Tidak ada cinta dan kasih sayang, Hati ku mati dan beku sejak ku kenal kau, Sekarang aku berbeda dari yang dulu, Aku tidak butuh seorang pangeran, Yang ku butuhkan kepercayaan, Mencari sosok yang ingin selalu kucari, Gelap dan sunyi teman setiaku, Tidak ada yang pernah merasakan cinta, Semua orang pasti mengalaminya, Tapi tidak bagiku sebuah pengecualian, Cinta dan Pengorbanan hanya sebuah penghalang.

Aku hanya berharap aku tidak merasakan sakit lagi, Bebas pergi kemanapun tanpa siapapun, Jati diri ku aku yang menentukan sendiri. Goodbye, Pangeran Tampan Ilusiku. Jika memang ini awal perjalanan maka biarkan seperti ini saja, Jika kamu memang jodohku kita pasti dipersatukan oleh waktu bukan luka, Kenanganmu tersimpan rapih dilubuk hati ini. Goodbye, Semuanya

Sabtu, 21 November 2020

NIKEN

Karya : Nurhalisah

            NamaNya Niken(Niken Nirmala) dia sangat terpukul saat Ogi, sahabat dekatnya, meninggal dunia. Kematian itu sangat mendadak. Tidak ada tanda berupa sakit atau sejenisnya. Keterpurukan ini membuat Niken putus asa dan hampir saja melakukan bunuh diri. Suatu ketika, Niken terkejut mendengar suara Ogi dari boneka orangutan. Boneka itu memang pemberian terakhir Ogi pada saat Niken berulang tahun. Walaupun kaget, saat melihat boneka itu, dia teringat masa lalunya bersama sang sahabat. Ogi memiliki mimpi yang tidak sempat ia capai, mimpinya adalah dia ingin pergi ke Azerbaijan, Tempat bahtera kapal Nabi Nuh dan pemandangan yang diliht pertama kali oleh Nuh ketika dia keluar dari kapalnya.

           Setelah merasa yakin kini Niken hendak pergi ke Azerbaijan. Dia hendak mewujudkan mimpi Ogi semasa hidup, untuk mencari tempat bahtera kapal Nabi Nuh itu. Dahulu, Ogi sangat ingin melihat pemandangan pertama yang dilihah Nabi Nuh saat keluar dari kapalnya. Sekilas tentang kisah Nabi Nuh, pada sebuah musim kemarau, Nuh mendapat perintah dari Tuhan untuk membuat kapal yang besar. Banyak orang yang mengolok-oloknya lantaran membuat kapal di musim kemarau dan di atas gunung. Hingga suatu hari pembuatan kapal selesai. Para pengikut Nabi Nuh dan berbagai jenis hewan menaiki kapal. Setelah itu terjadi banjir besar yang menenggelamkan pemukiman setempat. Nabi Nuh dan para pengikutnya selamat menggunakan kapal tersebut.

          Kembali  ke kisah Niken. Selama perjalanan, Niken membawa boneka orangutan pemberian Ogi. Walaupun itu benda mati, Niken merasa sangat dekat dengannya. Sayangnya, perjalanan menuju Azerbaijan tidak semulus dugaannya. Banyak kendala, mulai dari bahasa, pencarian tempat, dan hal-hal lainnya. Tapi Niken sudah berangkat dan bertekad. Dia tidak akan kembali sampai tujuannya tercapai. Ini salah satu keinginan terbesar Ogi semasa hidupnya. Niken ingin berusaha mewujudkannya. Setidaknya ini cara Niken untuk memberi kontribusi pada sang sahabat.

Maruala,21, November,2020


TERIMAKASIH~

Kamis, 12 November 2020

Pergi lagi

 Oleh:Gia Syahirah Amalia

Kesepian kembali melanda diriku,orang orang yang biasanya dekat dengan ku kini telah pergi menjauh meninggalkanku.Entah apa yang harus kulakukan untuk hal ini,kadang ku merasa aku ditinggalkan seperti ini mungkin karena ada hal yang baru pada dirinya.Semua orang sama, meninggalkan yang lama demi hal baru.Teman temanku seperti itu, mereka semua bersenang-senang tanpa diriku.Tertawa dan bercanda dan melupakanku.

Terkadang aku kecewa dengan mereka,tapi rasanya cuma percuma karena tidak ada satupun yang peduli akan diriku.Aku hanya duduk merenung dan mempertanyakan diriku.Apa yang salah dengan diriku sehingga semua yang dulu dekat dengan diriku kini telah pergi.Apakah kita tidak sepemikiran?Ya mungkin itu sebabnya mereka pergi meninggalkanku, mungkin mereka masih berpikiran seperti anak-anak.

Tapi sekarang aku telah merelakan mereka yang pernah pergi,aku tidak berhak melarang mereka.Semua orang berhak dan bebas menentukan kehidupannya selanjutnya,aku juga ingin menentukan kehidupanku di masa depan.Entah mereka masih mengingat ku atau pun tidak,aku akan tetap terus mengingat canda tawa mereka dulu.Aku tidak terlalu mengharapkan canda tawa itu kembali karena mereka bahagia dengan hidupnya.

Minggu, 08 November 2020

Kami yang Tak Didengar

 


Oleh: Nur Suci Qalbi. M

Bertahun-tahun para pahlawan berjuang dalam medan perang melawan para penjajah, di bawah cahaya matahari yang menyilau, di bawah rintik-rintik air yang deras, mereka Tak Kenal Menyerah, yang mereka tahu hanyalah mereka harus merdeka. Rakyat dipaksa bekerja tanpa upah, disiksa, bahkan dibunuh kapan saja, betapa kejamnya para penjajah, sama sekali tidak memiliki belas kasihan. Siang malam mereka lewati dengan letusan bom, tembakan senapan yang tak henti, serta ledakan meriam yang menggebu-gebu, bahkan tidur mereka pun tak bisa tenang, Demi membela kebenaran, hidup sejahtera dan mendapatkan Kemerdekaan, dan setelah ratusan tahun berjuang dengan pertumpahan darah, akhirnya mereka bisa mewujudkan impian negeri ini dengan membuat Jepang menyerah kalah dan memerdekakan Indonesia.

Tapi semua itu hanya kejadian puluhan tahun lalu, Sekarang negeri yang sudah susah payah dulu diperjuangkan, kini telah jauh berbeda, banyak para pemimpin sudah lupa, Mementingkan diri sendiri dengan aset negara, yang katanya wakil rakyat sekarang tidak lagi mendengar keluhan rakyat, membuat aturan yang jauh dari kata keadilan, sanubari melawan rasa ingin menolak, Jiwa kami serasa tak mau berhenti memberontak, berkumpul bersatu untuk menyerukan pendapat namun mulut-mulut kami tak didengar berteriak, dan otoritas hanya menyeru lantak. Ribuan suara ingin mengkritik, Tetapi semuanya dibungkam seakan tercekik, para petinggi negeri itu seperti tuli atas polemik, penuh alasan dan berdusta dengan cara cara licik.

Negeri ini di ujung kehancuran, pemuda yang berunjuk rasa diabaikan bahkan kembali di serang, sementara para wakil rakyat itu dengan enaknya, dengan santainya duduk dalam ruangan ber AC sambil menyilangkan kaki, tuli dengan apa yang terjadi diluar sana. Keadilan Hangus dibawa bayangan, petinggi petinggi itu hanya kiasan, bahkan tidak pantas untuk diberi kehormatan, membiarkan rakyatnya kesusahan, dan mereka tidak menghiraukan, apa yang harus kami lakukan? Haruskah kami membiarkan ini terjadi begitu saja, apakah kami akan hancur dengan sia sia? Banyak orang yang kelaparan, banyak orang yang tidak punya pekerjaan karena tidak berpendidikan, bisakah negara ini menjadi negera maju? Jika rakyatnya yang sudah susah ditambah makin jadi menderita. Tidakkah mereka ingat seberapa besar perjuangan pahlawan yang mati matian membangun negeri ini? Betapa sedihnya pahlawan kita melihat kondisi negeri kita saat ini. Cepatlah kembali Indonesiaku yang Dulu. 

Hari Bahagia

 Oleh: Nur Suci Qalbi. M

Pagi itu sangat indah, matahari bersinar sangat cerah, keadaan sekarang bak suasana hatiku yang sangat senang, karena hari ini adalah hari ulang tahunku, sejak dari rumah sampai di sini aku tidak berhenti tersenyum, berharap sampai di sekolah nanti ada sebuah kejutan dari teman-temanku untukku, dadaku berdebar-debar saat aku menginjak gerbang sekolah, dan saat aku melangkahkan kakiku untuk masuk ke kelas, di sana Aku melihat teman-temanku yang juga baru masuk ke kelas, Suasana kelasku pun tampak biasa saja dan kedua sahabatku, dinda dan arfi langsung menyapaku, tapi mereka semua hanya bersikap biasa biasa saja, sepertinya mereka lupa dengan hari bahagiaku ini, aku mencoba memancing kedua sahabatku itu dengan bertanya pada mereka itu, " eh Din, Ar, kamu tau tidak hari ini hari apa? " tanyaku, "Hmmm.. ini kan hari senin, memangnya kenapa?" balas arfi. "Haduuhh, kalau itu mah aku juga tau, Maksudku apakah ada sesuatu yang spesial pada hari ini atau tidak?" Jawabku pada mereka, "Tunggu aku pikir dulu, Hmmm..." jawab dinda sembari memegang dagunya, "Sepertinya tidak ada Deh" Ucap dinda lagi. Aku pun sedikit marah kepada mereka berdua, karena melupakan hari spesial ku ini, dan akupun langsung keluar dari kelas tersebut.

Tak lama kemudian Dinda dan Arfi datang menemuiku, mereka berusaha membujukku agar tidak marah terhadap mereka, tetapi aku hanya mengabaikannya, hingga bel masuk berbunyi, kami semua bergegas masuk ke kelas kembali untuk mengikuti pelajaran. Pada jam pertama kami masuk pada pelajaran bahasa Indonesia, dan ternyata guru mata pelajaran bahasa Indonesia kami tidak masuk, dan kami pun harus belajar sendiri di kelas, dan ada beberapa temanku yang memilih keluar kelas dan bolos pelajaran, Aku pun bingung melihat tingkah mereka, sebelumnya mereka tidak pernah melakukan hal ini, tetapi aku hanya mengabaikannya karena suasana hatiku saat itu sedang emosi karena tidak ada satupun teman kelasku yang mengingat hari ulang tahunku ini. Selang satu jam kemudian saatnya pergantian jam pelajaran, saat itu kami memasuki pelajaran bahasa Inggris, dan lagi-lagi guru mata pelajaran kami tidak masuk, dan tambah banyak lagi teman-temanku yang bolos dan keluar dari kelas, aku pun juga tidak menghiraukannya, dan akhirnya tinggal aku bertiga yang ada di kelas, cuma aku, dinda dan arfi. Aku semakin bingung dengan kelakuan teman kelasku itu. Seperti ada yang beda dari tingkah mereka hari itu. 

Sampai pada jam pulang, seharian penuh kami sama sekali tidak melakukan kegiatan belajar mengajar, mulai dari jam pertama sampai jam terakhir, aku pun makin bingung, Karena jarang sekali kami tidak belajar seperti ini dalam sehari, tapi aku hanya bisa diam, dan berusaha tidak peduli dengan kejadian hari ini, karena aku cukup kecewa dengan teman-temanku hari ini, tidak ada satupun dari mereka yang mengucapkan "selamat ulang tahun" kepadaku. Dinda dan Arfi yang biasanya selalu mengajakku untuk pulang bersama, hari ini tidak mengajakku pulang bersama lagi, entah kenapa?, tapi sepertinya mereka sudah pulang duluan, mungkin karena aku tidak mengajaknya bicara sejak tadi pagi. Dan aku pun terpaksa pulang sendiri dengan berjalan kaki. Sesampainya di rumah aku langsung melepas sepatuku dan menaruhnya di rak sepatu, betapa kagetnya aku melihat semua teman-teman dan guruku ada di dalam rumahku, mereka ternyata menyiapkan kejutan untukku, hatiku sangat senang, wajahku yang tadinya murung, saat masuk ke rumah menjadi sangat berseri-seri karena kejutan tersebut. pantas saja tingkah mereka semua di sekolah tadi sangat berbeda. Kami pun merayakan hari spesial Ku ini dirumahku dengan orang tua, guru dan teman temanku, Pada tahun ini adalah ulang tahunku yang tidak bisa aku lupa, hari ini tidak akan aku lupa seumur hidupku. Aku sangat bahagia hari ini. 

Sabtu, 07 November 2020

Kenangan

 Karya: Nurhalisah

          Di pojokan ruangan terlihat seorang gadis yang  sedang termenung Namanya Sasa dia sedang mengingat kenangan kenangannya 5 tahun lalu. Hari ini adalah hari dimana dia akan meninggalkan kota kelahirannya itu dalam waktu yang lama. Suasana di luar rumah begitu panas, hiruk pikuk orang beraktifitas di kota pelajar itu terasa sekali. Berbanding terbalik dengan perasaannya saat ini. Yang begitu sepi dan sedih.


          Dia duduk di teras kost-kostnya menanti ojol yang telah diasewa. Sambil menunggu sesekali tetangga tetangga yang lalu lalang di depan kost menyapanya, atau hanya sekedar tersenyum. Tak terasa lima tahun berlalu begitu saja ya. Dia mengingat pertama kali saat dia menginjakkan kaki di kota itu. Begitu asing, begitu tak ada dia kenal, begitu penuh ketakutan. Kota yang sama sekali berbeda dari kota tanah kelahirannya. Namun dengan berjalannya waktu, pada akhirnya dia terbiasa dengan itu semua, Sasa, seorang gadis dari kota kecil yang merantau ke Yogyakarta untuk menuntut ilmu Dengan bekal yang sudah dia persiapkan matang matang,dia memberanikan untuk hidup di pulau jawa. Dia tidak tahu kanan dan kiri, aku tidak tau arah mana yang harus dia tuju, yang ada hanya aku harus mencari tempat untuk sekedan beristirahat untuk saat itu.


         Hemmm Hari itu lima tahun yang lalu, dimana  dia memulai kehidupannya di kota Yogyakarta, dan juga hari-harinya disana dia mulai ceritakan kehidupannya sendiri yang tak akan pernah bisa dia lupakan, Masa-masa itu semua tersimpan indah di memorynya


Maruala,8 November 2020


Terima Kasih




Mati Rasa

 Oleh : Maydivani Pratiwi


              Rasanya sudah mati rasa, saya mengungkap semuanya.  Hal yang ingin kututup rapat sehingga tak ada seorangpun yang tau berakhir terungkap oleh diriku sendiri. Seperti diujung tanduk, putus asa, bingung, dan merasa sudah tak pantas. Lagi-lagi saya tetap membenci situasi ini, situasi dimana saya merasa serba salah. Mau mundur rasanya sedikit berat, seperti ada beban yang saya pikul di pundak saya, tetapi jika mau maju saya takut akan lebih banyak beban yang saya pikul, tapi saya belum tau itu apa dan saya belum dan tidak tau apa yang akan terjadi jika saya maju.

         Tanpa saya sadari hari itu menjadi titik terendah saya, menangis dalam sholat. Yaa, saya memohon doa pada yang diatas berharap Allah mendengar doa dan langsung mewujudkannya saat itu juga. Rasanya beban yang saya pikul mulai mereda setelah melampiaskan semuanya dengan menceritakan segalanya pada Yang Kuasa. Hari itu entah berapa kali air mata saya menetes dengan deras tanpa henti karena alasan yang berbeda-beda. Saya sangat bingung harus apa, semuanya terasa buram,blur,lalu gelap. Tak ada pencahayaan, tak ada kepastian, bahkan pijakan pun tak ada, semuanya terasa fatamorgana. Seperti berjalan diatas air lalu tenggelam kedalam lautan yang sangat dalam.

           Tapi saya sadari saya tak boleh begitu terus, itu hanya akan menjadi luka untuk saya, seperti menggenggam sebuah durian yang penuh dengan duri. Cukup biarkan dan diamkan,biarkan semesta yang mengatur semuanya, walau mungkin kenyataan yang diberi semesta sangat pahit tapi kita tetap harus menelannya, seperti meminum obat yang sangat pahit tetapi obat itu bisa menyembuhkanmu dengan total. Semesta mungkin jahat sangat jahat, sampai kita lupa bahwa semesta akan tetap memberi kita kebahagiaan setelah memberi kita luka, cukup percayai itu. Tetap positif dan nikmati hidup.

Minggu, 01 November 2020

Hampa

 Oleh: Nur Suci Qalbi. M

Hari Berganti Hari, bulan berganti bulan, tak terasa Sudah setengah tahun aku tinggal di sini bersama orang-orang asing di tempat yang asing pula. Canda, tawa, susah, sedih, senang, datang silih berganti. Itulah seni dari kehidupan. Kesepian dan kesendirian, selalu terasa dalam hidupku belakangan ini, Betapa sulitnya aku menyesuaikan diri di tempat ini, tak ada keluarga, tak ada saudara, bahkan teman pun jarang. Hanya diri yang ku temani, di tanah Rantau ini, dalam waktu yang sudah setengah tahun, aku seperti masih tidak yakin akan bisa bertahan di sini untuk kedepannya, bagiku waktu 6 bulan itu tidak cukup untuk menyesuaikan diri di tempat seperti ini. Betapa sulitnya hidup ini. Hidup ini tak segampang seperti kita membalikkan telapak tangan. Dengan segala kesederhanaan, dengan segala kekurangan aku menapaki hidup ini tanpa ditemani seorangpun. Demi masa depan dan hidupku aku hanya bisa mengadu nasib di tanah orang seperti saat ini, tanpa kasih sayang orang tua dan saudara, kadang aku bertanya "mampukah aku menjalani rintangan ini?"

Berteman doa dan harapan, tiap pagi aku pergi menyusuri kota ini, dimulai dengan berkuliah sampai kerja sampingan sebagai kurir di salah satu tempat pengiriman barang. Cukup sulit untuk dilalui, kadang kepanasan dan tak jarang juga kedinginan, seharian di bawah sinar matahari Terhempas debu yang berterbangan, dan kadang dibasahi oleh air hujan. Pulang malam, disambut oleh tugas-tugas yang telah menungguku agar diselesaikan. Letih ku harus ku tahan demi tugas yang harus ku kerjakan. Hampir tiga jam waktu ku habiskan untuk menyelesaikan semua tugasku. Setelah itu, aku harus beristirahat agar esok bisa kembali memulai aktivitas dengan semangat. Mentari kembali terbit, pertanda bahwa aku harus melakukan rutinitasku tiap harinya. 

Tak terasa sudah bertahun-tahun aku disini, dan Tinggal selangkah lagi masa kuliah ku akan berakhir, dan hari ini adalah hari yang menentukan aku akan pulang bertemu keluargaku atau tetap akan tinggal disini, Dan begitu mendengar beritanya, aku begitu girang dan sangat bahagia, setelah bertahun-tahun tidak bertemu dengan keluargaku Akhirnya aku bisa bertemu mereka lagi, aku bisa merasakan kasih sayang mereka lagi, dan aku juga sudah bisa tinggal bersama mereka lagi. Dengan uang tabunganku selama bertahun-tahun yang kudapat dari hasil kerjaku sebagai kurir, akhirnya aky bisa pulang ke kampung dengan uangku sendiri, tak lupa aku juga membelikan oleh oleh untuk keluargaku, betapa indahnya jika aku bisa memberikan sesuatu kepada orang yang ku sayangi dengan hasil keringatku sendiri. Tak ada satupun keluargaku yang mengetahui bahwa aku akan pulang hari ini, dan saat aku sampai mereka sangat bahagia melihatku dan langsung memelukku.

Jamu dengan Segudang Khasiat

  By: Nasyri’ah Nur Aisyah    Apasih yang pertama kali terlintas dipikiran kalian setelah mendengar kata 'jamu'? Dalam Peraturan Men...